8/16/2008

Sosok Di Ujung Jalan

Gerimis hujan mewarnai jalan yang kulalui. Dengan kecepatan sedang kulajukan motorku. Aku tidak ingin mengulangi kejadian buruk dan memalukan itu. Tepat, sebulan yang lalu, hari gerimis saat aku keluar dari gerbang sekolah, kulajukan motorku dengan kecepatan tinggi. Kulakukan hal ini, karena kupikir agar cepat sampai dirumah. Namun, kesialanku ada saat itu, ketika aku akan menyalip sebuah mobil sedan didepanku. Sebuah becak dengan lancangnya tiba-tiba menyeberang didepanku. Keseimbanganku pun langsung goyah. Dengan segera, tanpa berpikir panjang lagi, kubantingkan setirku kekanan jalan. Braakkk….. Dalam hitungan detik seluruh tubuhku sudah berlumuran lumpur dan air parit. Yack…sungguh menjijikan. Orang-orang yang ada di sekitar tempat kejadian itu langsung datang bergerombol. Mereka memandang ke arahku, tanpa adanya niatan untuk menolongku. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Sialan, umpatku dalam hati. Kenapa mereka hanya memandangiku seperti melihat atraksi topeng monyet.

Seluruh orang baru bersikap “ngeh” ketika seorang pemuda berkulit sawo matang, datang menerobos gerombolan orang-orang itu.

Mari…saya bantu kamu.”ucapnya sambil mengulurkan kedua tangannya. Orang-orang yang berkerumun disekitarku langsung bertindak membantu pemuda ini. Ada yang mencoba mengangkat motorku dan meminggirkannya, ada yang memberiku segelas minum utuk menenangkan hatiku yang sudah tidak karuan dari tadi, ada juga yang menanyakan alamat rumahku, agar dapat memberitahu kedua orang tuaku tentang kejadian ini. Entah pesona apa yang dipancarkan oleh pemuda ini,sehingga orang-orang langsung bersikap “ngeh”. Akupun berjalan tertatih-tatih dengan bimbingan kedua tangan pemuda yang ada disampingku. Jantungku berdegup keras, kala tubuhku berada sangat dekat dengan tubuhnya. Kedua tangannya yang kuat, memegang kedua lenganku. Membimbingku berjalan kesebuah rumah diseberang jalan. Pipiku terasa panas, saat mendengar suaranya menanyakan namaku.

Siapa namamu…?”

Aku…Lucia” Aku sungguh heran kenapa tidak ada rasa jijik pada pemuda ini, ketika membantuku berdiri dan berjalan, padahal seluruh tubuhku penuh dengan bau yang sungguh memualkan perut. Bahkan, tanpa ragu ia menuntunku. Oh…tidak, beberapa kali aku sempat mencuri pandang kearahnya. Wajahnya yang bersih tanpa jerawat, walaupun berkulit sawo matang, tidak menghilangkan kemanisannya. Tatapan matanya yang tajam menilai, menyorotkan suatu ketegasan. Tubuhnya yang tegap dengan otot-otot yang bidang membuat aku semakin merasa aman dalam tuntunannya.

Duduklah disini…akan aku ambilkan obat-obatan dan handuk”. Ia kembali dengan membawa kotak obat dan sehelai handuk, serta seorang anak kecil yang membawa air hangat di dalam baskom.

Diamlah! Aku akan membersihkan kotoran dan luka di kakimu…”

Pemuda inipun berlutut di depanku, dengan pelan namun pasti ia lepaskan kedua sepatuku yang sudah tidak berbentuk lagi. Dengan lembut, ia angkat kedua kakiku, dan meletakkanya didalam baskom yang berisi air hangat. Dengan telaten ia mengurut kaki kananku yang terkilir.

Aduh…”ucapku ketika ia mengurut bagian kaki kananku yang paling sakit.

Ini yang sakit ya…”ucapnya lembut.

Tahan dulu sakitmu, aku akan membenarkan kakimu yang agak “slendro” ini “. Dengan gerakan yang amat mahir, ia menggerakkan kaki kananku, tangan kanannya memutar kaki kananku, tangan kirinya memegang telapak kakiku.

Auuww…”seketika aku berteriak karena kesakitan. Secara refleks pula tubuhku tiba-tiba roboh menimpa tubuhnya yang ada dibawahku. Sedari tadi, sebenarnya tubuhku hanya duduk diujung sofa karena punggungku sangat terasa nyeri ketika aku mencoba berselonjor. Tubuhku menindih tubuhnya, refleks pula ia memegang tubuhku. Kamipun terjatuh dilantai, wajahku berada sangat dekat dengan wajahnya. Tidak!!!matanya sungguh-sungguh bening, dari jarak sedekat ini aku dapat mendengar hembusan nafasnya yang tereng-engah, entah karena apa. Namun, rupanya pemuda ini segera sadar. Dia bangkit dan membantuku berdiri.

Kau tidak apa-apa kan..?”ucapnya dengan membantuku duduk di sofa kembali.

Ti..tidak. Aku tidak apa-apa.”

Di pintu dua orang berdiri melihat kami berdua.

Lucia…anakku. Kau tidak apa-apa??”ucap wanita setengah baya itu dengan berjalan ke arahku.

Mama…”ucapku dengan menoleh kea rah pintu.

Duh,..sudah mama bilang berkali-kali. Jangan ngebut….Sekarang kalau sudah seperti ini. Kamu itu….”Aku hanya bisa terdiam mendengar omelan mamaku.

Dia tidak apa-apa, tante…Hanya terkilir dan sedikit luka lecet.”sahut pemuda ini kepada orang tuaku. Dengan sigap, kedua orang tua ku menoleh.

Nak terima kasih atas pertolonganmu”ucap Papa pada pemuda ini.

Tidak apa-apa Om…”dengan cepat Papa dan Mama segera membantuku berjalan menuju mobil. Aku menoleh kebelakang sebelum mobil melaju meninggalkan rumah pemuda itu. Pemuda itu masih berdiri tegap, hingga mobilpun semakin melaju meninggalkan jauh pemuda itu, sampai tak dapat lagi kupandang lagi sosoknya. Sosok yang menghilang di ujung jalan.


Tidak ada komentar: