11/01/2008

Cerpen sma

Beri Kesempatan

Pagi yang cerah untuk kunikmati. Hmm… angin pagi menyapaku melalui jendela kamar yang telah terbuka. Semilir angin berhembus menusuk hingga tulangku. Kulihat jam weker di samping tempat tidurku. Baru pukul 5.30, masih sangat pagi untuk ukuran kota sibuk di Jakarta seperti ini. Hm…aku teringat kembali. Aku sedang tidak berada dirumah. Aku tidak di Jakarta. Aku di Jogjakarta. Tepatnya di rumah bibiku. Kali ini kulewati masa liburku di Jogja. Kota Gudeg, orang awam sering menyebutnya. Pintu kamarku terketuk, membuyarkan lamunanku. Dengan malas aku bangkit, secepatnya kukenakan sandal. Bibi dengan penuh senyum yang lembut berdiri di depan pintu dengan nampan berisi segelas susu dan roti. “Sarapan dulu ya…trid”ucap bibi dengan sabar.

iya..sebentar lagi bi…”sahutku malas. Kuterima nampan dengan malas. Dengan langkah gontai aku kembali masuk ke kamar, kuletakkan nampan di meja kecil di samping tempat tidurku. Tiba-tiba ingatanku melayang pada Yoga Adytama. Apa yang dia lakukan saat ini?. Dengan gesit kuraih ponsel di atas kasur, dengan segera kucari nama “My Lovely Boy”. Kudial. Nada sambung telah berbunyi. Kenapa tidak diangkat ?gumamku dalam hati. Aku melirik jam menujukkan 6.00 pagi. Oh…jelas saja dia tidak mengangkat. Ini masih pagi sekali untuk ukuran kota Jakarta.Dia masih tertidur pulas. Bodohnya aku. Sambil meloncat dari tempat tidur, kulangkahkan kakiku kekamar mandi.

Setelah selesai kusantap roti dan kuteguk segelas susu. Aku keluar menuju, ruang depan. Bibi dan Paman duduk berdua. “Pagi…”ucapku sambil tersenyum. “Selamat pagi…trid. Sudah sarapan?”Tanya Paman. “Sudah..”ucapku cepat. Kuambil Koran yang ada diatas meja.Setelah kubuka lembar demi lembar. Tak ada berita yang menarik. Hanya berita kriminal,ekonomi,kesehatan dan sepotong gossip selebritis.

Hari ini kamu mau jalan-jalan kemana dulu, ke Candi Prambanan atau Pantai Parangtritis.?”Tanya paman sambil menyulut sebatang rokok. “Terserah paman saja…kemana dulu. Aku ikut saja”ucapku mantap.

Baiklah kalau begitu kita pergi ke Candi setelah itu ke Parangtritis. Kamu kembali ke Jakarta kapan..trid?”ucap bibi. “Besok lusa…. Besok aku akan membeli oleh-oleh buat teman-temanku…”. “Pak Yayat, besok bisa mengantarmu ke Malioboro. Maafkan paman tidak bisa mengantarmu…Paman besok harus bertemu klien.”. “Tidak apa-apa…seharusnya Astrid yang berterimakasih pada paman dan bibi karena Astrid bisa berlibur disini dengan gratis.”



***************************

Pagi ini, aku pergi ke Malioboro. Sesuai dengan rencana kemarin aku akan membeli oleh-oleh untuk teman-temanku di Jakarta. Hmm…cuaca yang panas tidak menyurutkan aku untuk berjalan berkeliling pasar Malioboro. Berbagai souvenir, mulai dari baju batik, patung, makanan khas Yogja semua ada disini. Harga yang ditawarkan pun bervariasi. Mulai dari 1000 perak hingga 100.000 untuk makanan khas ada disini. Akhirnya kuhentikan langkahku, di sebuah toko yang menjual makanan khas paling lengkap di Yogja. Kuambil trolly bag, dengan segera aku mengambil beberapa lusin bakpia pathok, manisan, dan kacang Jogja. Kuhentikan langkahku, ponslku berdering. Aku sangat berharap Yoga yang menelponku, tapi ternyata bukan dia. Best Friend…. Oh…Mila yang menelpon. “apa mil??gue sekarang ada di Malioboro, beli oleh-oleh…”

Weesss… yang di Jogja nih. Gue beliin gudeg ya…gue ngidam gudeg nih…hehehe…”.

Gila lu…gue sampe di Jakarta gudegnya udah basi tau…. Eh…ngomong-ngomong lu tahu si Yoga kemana ngga?dah 2 hari ini dia ngga sms ato telp gue. Dia ngga napa-napa kan?”ucapku tidak sabar.

Gue ngga tau…trid”ucap Mila. Segurat perasaan tidak enak singgah di hatiku. Ucapan Mila benar-benar terdengar datar. Tanpa emosi. Ada apa sebenarnya? Gumamku dalamhati.

Lu..ngga apa-apa kan, mil..??lu sakit?”

Ngga…ngga…gue ngga papa kok” Tiba-tiba nada suara Mila kembali seperti semula.

Gimana kabar lu?,Lu ngga ngerepotin paman n bibi lu kan?”

Oh…gue ngga papa.Gue sehat-sehat aja kok.Ngerepotin??? Ngga lagi…paman n bibi gue kan baik, ngga kayak lu!!!hahahahahaha….Gila…bok, disini beda banget sama di Jakarta. Bayangin aja, di sini gue tiap hari harus bangun jam setengah 6 pagi. Padahal…lu tau sendiri kan gue di Jakarta, biasa bangun molor. Kadang aja sampe kesiangan…hahahahaha…”tak sadar tawaku terdengar keras sekali. Orang-orang disekitarku melihat dengan heran. Segera aku, menutup mulutku dengan tangan.

Eh…mil, sampe disini dulu aja ya. Gue diliatin orang disekitar gue. Kita sambung nanti ya…yuukkk. Bye…cewek.”.

Ati-ati lu disana. Ntar dikira gila lagi. Ketawa sendiri…hehehe…”

Dasar lu…mil, eh..kalau ketemu Yoga bilang ya…Gue kangen banget ma dia. Dah…”

Dah…ati-ati ya…trid”suara Mila terdengar datar sekali. Lemah.

Ngga pake…yuukkk nih.”

Trid…”suara Mila terdengar lemah. Tapi, tiba-tiba hp Mila tertutup. Tut…tut…tut

Ada apa sebenarnya?Apa yang terjadi dengan Mila?. Seseorang menepuk bahuku. Aku terhenyak kaget. Aku menoleh kebelakang.

Sudah selesai non…??”Tanya Pak Yayat.

Oh…sudah”ucapku singkat sesudah aku dapat menguasai kondisi kembali.

Pikiranku selalu dibayangi oleh Yoga. Sudah 2 hari ini dia tidak memberi kabar padaku. Setiap kali aku menelponnya, tidak pernah diangkat. Telpon rumahnya, selalu mengatakan dia sedang pergi. Kemana Yoga?Apa yang terjadi dengan Yoga?.

Mila. Mila sendiri juga berubah. Apa yang sebenarnya terjadi?. Malam semakin kelam. Tapi sedetikpun aku tidak bisa menutup mataku. Pikiranku selalu berkecamuk dengan Yoga. Yoga dan Yoga. Padahal besok aku harus bangun pagi untuk persiapan packing pulang. Dadaku semakin panas. Keringat dingin membasahi wajahku. Sudah beberapa kali, kubalikkan tubuhku di tempat tidur. Mataku sungguh tidak ingin terpejam. Ya…Tuhan. Ada apa juga dengan diriku?

Kulihat jam menunjukkan pukul 1.00 pagi. Akhirnya kuhempaskan tubuhku bangkit. Dengan kepala yang agak berat aku melangkah mencari sandalku dan menuju ke kamar mandi. Kubasuh wajahku. Saat kudongakkan kepalaku menghadap ke cermin. Aku terhenyak kaget. “Oh…My God” pekikku. Wajahku sungguh pucat. Mataku cekung ke dalam. Sayu. Kantung mataku hitam. Segera aku melangkah keluar. Mencari obat penenang. Saat ku teguk obat tersebut. Sedikit demi sedikit jantungku mulai berdegup normal. Tiba-tiba aku menguap. Mataku terasa sangat berat. Kali ini mataku sudah tak mampu lagi berkompromi.


***********************************

Ketika pagi, aku bangun. Aku benar-benar kaget. Semalaman aku tidur di sofa. Dengan agak lemas aku bangkit dari sofa. Bibi yang terduduk di meja makan, terlihat kaget melihat wajahku. “Kamu kenapa…trid??wajahmu pucat sekali…”Tanya bibi dengan penuh kekhawatiran. Dengan segera bibi membimbingku yang sudah berjalan terhuyung-huyung menuju kekamar. “Lebih baik kamu istirahat saja…trid. Besok saja kamu pulang. Paman akan membatalkan tiketmu…”ucap bibi dengan khawatir.

Tidak…bi, aku harus pulang. Aku mau pulang…”

Tidak…Astrid. Lebih baik kamu pulang besok saja, paman yang akan mengantarmu. Sekarang kamu istirahat saja.”ucap Paman tegas. “Tidak…paman aku tidak apa-apa. Aku harus pulang hari ini.”ucapku kukuh.

Astrid…”seru pamannya. Dengan tatapan tajam. Kali ini kalimat yang diucapkannya lebih mirip sebuah perintah. Tak ayal Astrid, yang bergegas ingin turun dari ranjang pelan-pelan kembali terbaring dengan wajah lesu.

Sudahlah…trid. Turuti saja pamanmu. Daripada kondisimu bertambah parah di pesawat nanti. Akan lebih merepotkan.”ucap bibi dengan sabar.

Tapi aku ingin pulang. Aku ingin pulang…”tak terasa air mata mulai menitik di pipiku.

Bibi tahu, kamu sudah sangat rindu dengan siapa itu..??”

Yoga…”sahutku lemah. “Dasar anak muda jaman sekarang, baru tidak bertemu seminggu saja sudah seperti ini…Kamu sungguh berbeda dengan ibumu. Dulu waktu ibumu bepacaran dengan ayahmu, jarang sekali mereka bertemu. Sekalinya bertemu mereka hanya bisa saling pandang. Karena dulu kakekmu tidak merestui hubungan mereka…”ucap bibi dengan bangga. Seolah-olah, dia telah menceritakan tentang jasa pahlawan Indonesia.

Bibi sungguh kagum dengan ibumu…Mereka benar-benar berani”

Trima kasih…bi. Mama dan papa memang orang yang pemberani. Mereka tidak kenal takut.”ucapku menimpali.

Sudahlah…sekarang kamu istirahat saja. Bibi akan buatkan bubur untukmu.”

Namun cerita yang baru saja kudengar, tidak dapat membuatku tenang. Pikiranku masih tetap terarah pada Yoga. Yoga Adytama. Lelaki yang unik. Bukan hanya tubuhnya yang atletis yang membuatku kagum. Tapi keberaniannya yang meluluhkan hati. Tanpa melihat badai di depannya dia sudah menerobos maju. Yoga yang cerdik. Penuh akal. Senyumnya yang manis.Hhh…apa yang dia lakukan sekarang.?.

Kupandangi saja foto yang terdapat pada dompetku. Foto yang kuambil saat dia sedang mengendarai motornya. Sungguh gagah.

Tiba-tiba saja hpku berbunyi. My Lovely Boy. “Yoga…”ucapku kaget. Tombol yes segera aku tekan. “Yoga…kmu kemana saja?kok ngga pernah kasih kabar. Ada apa?kamu tidak apa-apa kan?Kamu sekarang lagi ngapain?”ucapku dengan pertanyaan yang memburu.

Trid…”suara Yoga terdengar datar.

Yoga…kamu kenapa?Maafkan aku…aku ngga bisa pulang hari ini. Kamu marah ya?Maafin aku..”

Trid…aku ingin bicara. Mila…”

Hhh..Mila ….ada apa dengan Mila?”

Mila sakit. Hidupnya…”suara Yoga terdengar berat.

Sakit?Mila sakit apa?tapi kemarin….”

Dia menderita leukemia…hidupnya tinggal sebentar.”sahut Yoga

Leukimia…!!???tidak…tidak mungkin. Selama ini Mila baik-baik saja. Dia selalu sehat. Tidak pernah kulihat dia mengeluh sakit padaku…”

Dia memang tidak pernah mengatakannya padamu. Karena dia tidak ingin kau sedih…trid. Dia benar-benar sayang padamu”

Tidak…Mila…Kemarin dia masih menelponku, dan bercanda gurau denganku. Tapi…”

Mungkinkah kemarin dia ingin mengatakannya. Sudah sering bulan-bulan terakhir ini dia berbicara denganku. Tapi, aku selalu mendominasi pembicaraan. Mila hanya mendengarkan semua omonganku dengan tenang. Dan bukan hanya bulan-bulan akhir ini saja. Selama kami berteman

Yog…mungkinkah saat kemarin Mila menelpon, dia ingin…”

Ya…kemarin aku bertemu dengannya. Dan akulah yang menyuruhnya menelponmu…”

Kemarin…Dia bertemu denganmu. Tapi, mengapa dia mengatakan tidak tahu, saat aku menanyakanmu…”

Maafkan aku…trid”ucapnya lemah

Ada apa Yog?”

Aku menyayangi Mila…Aku tidak tega melihatnya menderita. Ijinkan aku…”

Yoga…kau!!!”

Iya…trid. Aku meminta restumu”

Tidak…aku tidak mengijinkanmu . Tidak akan kubagi sayangku kepada orang lain. Walaupun itu sahabatku…Tidak!!”ucapku keras. Sesaat kami berdua diam.

Ijinkan aku…trid”ucapnya memelas. Belum pernah kudengar Yoga memelas. Yoga yang selalu kuat.

Tidak…Yoga. Aku tidak akan membagimu. Walaupun untuk Mila!!”ucapku tegas.

Beri dia kesempatan yang terakhir kalinya…untuk merasakan rasanya disayangi…”

Tidak….aku tidak mau.”

Baiklah…kalau itu memang maumu. Aku tidak akan memaksa. Aku hanya ingin menyampaikan Mila opname sejak kemarin malam…”ucapnya sesaat sebelum menutup telpon. Air mata membasahi wajahku. 2 orang yang aku sayangi harus seperti ini…

Saat ku menelpon Mila. Hpnya tidak aktif. Pembantunya mengatakan Mila dirawat di rumah sakit.



**************************************


Pagi ini, aku akan kembali ke Jakarta. Tubuhku masih terasa agak lemah. Namun aku tetap bersikeras untuk pulang. “Trid…lebih baik kau istirahat sampai benar-benar pulih..”ucap bibi khawatir.

Tidak…aku sudah sehat. Aku harus pulang ke Jakarta. “

Saat aku menaiki mobil menuju bandara. Hatiku berkecamuk tidak karuan. “Masih terus…”ucap paman saat sampai di bandara. Kukumpulkan segenap tenagaku. “Masih…”ucapku mantap.

Sesaat sebelum take off. Paman memelukku erat. “Hati-hati..jagalah dirimu”

Ya…Terima kasih paman. Maafkan Astrid…”

Tidak perlu…”ucapnya sambil memegang bahuku.

Pesawat melaju ke udara dengan gagahnya. Aku terdiam. Pikiranku kacau. Hanya suara sang kapten yang menyatakan kepada para penumpangnya untuk segera memakai set belt . Sebentar lagi. Sebentar lagi aku akan datang Jakarta. Jakarta yang penuh polusi. Jakarta yang padat. Jakarta yang penat. Sepenat hatiku. Saat pesawat mendaratkan rodanya. Jantungku berdegup semakin kencang. Pesawat berhenti tanpa halangan. Namun, tak setenang hatiku. Setelah ku ambil tasku. Aku segera berjalan keluar mencari taksi, karena aku tahu kedua orang tuaku tidak menjemputku. Mereka sibuk dengan pekerjaannya.

Pak..kerumah sakit…”ucapku saat memasuki taksi. Hp kuhidupkan. Ada 2 pesan masuk. “Yoga…”saatku membaca pesannya. “Pak…tolong cepat sedikit”. Mila kritis. Pesan dari Yoga yang singkat.

Yoga menelponku. “Halo…”

Trid…kamu dimana?Mila kritis…”

Aku segera kesana…”hubungan terputus.

Sialan…pake macet segala…”ucap sopir geram

Duh…gimana nih?ehm…pak nanti diperempatan belok kanan saja. Saya tahu tembusannya….”ucapku mantap

Taksi melaju kencang, melalui kampung-kampung. Dengan segala upaya yang ada Si sopir, berusaha menghindari kemacetan Sudah tak kupikirkan lagi berapa argo itu…

Trid…beri dia kesempatan”. “Tidak!!”. “Teganya kau…walau hayatnya hampir tiba kau tidak memberinya kesempatan terakhir. Setelah itu aku akan kembali padamu.”

Tidak…aku tidak mau. Aku bukan barang bekas.”Telpon terputus.

Akhirnya setelah melalui rute tembusan yang jauh. Aku sudah sampai. 2 jam aku berputar di Jakarta. Entah berapa ratus ribu yang sudah aku keluarkan. Aku tidak peduli.

Namun, semua usahaku sia-sia. Aku terlambat. Mila sudah menghadap yang Diatas terlebih dahulu sebelum aku bertemu dengannya untuk terakhir kali. Dokter keluar dari ruang operasi dengan wajah mendung. “Maaf, kami sudah berusaha…”ucap dokter itu lirih. Air mata mulai menetes di kedua pipiku. “Tidak….tidak…selamatkan Mila dok!!”teriak histeris ibu Mila. “Maaf, bu…kami sudah berusaha dengan sepenuhnya. Namun Yang Diatas berkehendak lain”.

Mila anakku…”ucap ibu itu dengan memasuki ruang operasi.

***************************************


Pagi yang cerah, sinar matahari memancarkan sinarnya. Suasana pemakaman Mila dipenuhi para pelayat. “anakku…Mila “ucap ibu Mila dengan penuh sendu sambil memeluk nisan putrinya. Akupun berlutut disamping nisan Mila. “Maafkan aku Mil…”.”Aku bukan seorang sahabat yang baik….”.”Maafkan aku….”ucapku dengan tersungkur ditanah. Seseorang mendekatiku dan ikut berlutut disampingku. “Ini bukan salahmu trid. Semua sudah waktunya”.”Yoga…”ucapku lirih. Aku memeluk Yoga dengan penuh air mata.” Maafkan aku yog…Semua karena aku….”tangisanku pecah dalam pelukkan Yoga. Yoga mendekapku erat. “Trid, Mila ingin kita tetap bersama. Itu pesan terakhirnya…”. Akupun hanya terdiam dalam pelukan Yoga. Hari ini sampai nanti aku tetap mengingatmu sahabatku. Gumamku dlam hati. Aku pun berjalan meninggalkan pemakaman. Namun hatiku akan selalu ingat Mila….Sahabat sejatiku.

Tidak ada komentar: